Salahnya Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Akan Diganti Teknologi

Salahnya Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Akan Diganti Teknologi

Salahnya Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Akan Diganti Teknologi – Cetolehan netizen saat penunjukan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bermunculan. Salah satunya soal persepsi seluruh sektor pendidikan akan digantikan menggunakan teknologi.

“Banyak yang salah mengenai persepsi tersebut, bahwa saya dijadikan menteri Kemendikbud karena semua akan diganti aplikasi. Saya cukup lucu ini, saya banyak baca,” kata Nadiem Makarim saat rapat bersama Komisi X di gedung DPR, Jakarta. idnplay

Salahnya Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Akan Diganti Teknologi

Mantan CEO Gojek itu kemudian menjelaskan teknologi yang kini memasuki seluruh aspek kehidupan manusia tak bisa menggantikan manusia. Begitu juga dalam pendidikan. Relasi diantara murid dan guru tak mungkin digantikan dengan kehadiran teknologi. judi bola

“Tak mungkin teknologi dapat menggantikan koneksi, karena kenapa? Pembelajaran yang terbaik itu adalah koneksi batin. Guru dan murid yang terbaik itu bukan seberapa banyak informasi yang dia tahu, tapi yang punya koneksi kebatinan terkuat. Dari situlah timbul rasa percaya, baru itu anak bisa belajar,” jelas dia. https://americandreamdrivein.com/

Nadiem Makarim mengatakan pendidikan merupakan hal yang terjadi di ruang kelas dan rumah yang mengharuskan adanya interaksi. Hal itu pun tak dapat digantikan dengan teknologi.

“Kesatu yaitu yang harus diklarifikasi oleh aku perihal pendidikan yaitu apa yang terjadi di dalam dua ruang, di ruang kelas antara murid guru dan di rumah, antara orang tua dan anak. Itu kuncinya di dua area ini,” ujarnya.

Teknologi yang kini membanjiri hidup manusia hanya merupakan pelengkap dan pembantu manusia dalam melakukan banyak hal. Begitu juga fungsi teknologi yang dapat mengefisiensi segala kebutuhan manusia.

“Kita nantinya akan selenggarakan teknologi untuk seterusnya yang adalah pendorong, pembantu, apa yang terjadi di dalam ruang didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di ruangan, itu bukan untuk menggantikan. Karena tidak mungkin digantikan. Seratus persen yakin tidak akan bisa,” ucapnya.

“Sehingga teknologi, untuk satu efisiensi, dalam arti budget anggaran dan kedua efisiensi waktu. Apa pun sifatnya administratif yang bisa dilakukan oleh teknologi, itu bisa memotong anggaran dan waktu,” lanjutnya.

Selain Teknologi, Nadiem Diingatkan soal Prinsip Pendidikan :

Nadiem Anwar Makarim, dalam Kabinet Indonesia Maju, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), diingatkan untuk tak hanya fokus memikirkan terobosan teknologi.

Fokus menerapkan Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan sebagai pengikat dan dasar penyelarasan kebijakan, usul dari Henny Supolo, pemerhati pendidikan.

Henny saat dihubungi oleh salahsatu media berita melalui sambungan telepon mengatakan, “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan–jadi catat, nilai keagamaan bukan agama, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Saya hafal betul karena ini sangat penting untuk penyelenggaraan pendidikan, begitulah bunyinya”.

Henny menjabarkan implementasi nilai itu harus dimasukkan dalam peraturan menteri ataupun kebijakan lain. Lebih konkret lagi, nilai-nilai itu perlu disertakan di antaranya ketika pelaksanaan akreditasi sekolah, penilaian kinerja guru, serta perangkat indikator penyusunan tata tertib sekolah, pembelajaran, juga standar isi pengajaran.

“Kalau ini tidak disebut atau dibunyikan maka tidak terlalu jelas apa yang sebetulnya harus dipegang sebagai prinsip,” ujar pegiat dari Yayasan Cahaya Guru tersebut.

Henny pribadi menduga sebagian besar pemangku kepentingan di dunia pendidikan bukan saja tak paham melainkan juga tidak mengetahui prinsip-prinsip penyelenggaraan tersebut.

Kata ia, “padahal kalau kata-kata kunci itu dipegang betul oleh Kemendikbud maka bisa mengatasi masalah kebinekaan, intoleransi yang belakangan mencemaskan. Ini adalah PR yang harus dihadapi Menteri baru,”

Kurikulum :

Henny pun menekankan penyelesaian masalah di dunia pendidikan bisa dimulai dengan memetakan isu prioritas–seperti masalah intoleransi dan keragaman, pengembangan kualitas guru, diikuti penyelarasan kebijakan.

Salahnya Persepsi Masyarakat Tentang Pendidikan Akan Diganti Teknologi

Sedangkan perubahan kurikulum, justru bukan faktor utama. Pasalnya, kata Henny, tanpa guru yang paham dan cakap menerjemahkan, formula itu bakal menjadi benda mati belaka.

Menurut Henny seringkali guru hanya ditempatkan sebagai pelengkap. Padahal didalam ekosistem pendidikan, peran guru untuk memahami kurikulum dan filosofi pendidikan amatlah penting.

Ujar Henny bahwa, “Masalah kurikulum itu kita perlu lebih hati-hati, karena seringkali kurikulum itu mau sebagus apapun bilamana guru tidak memahami bahwa itu penting dan tidak mendapatkan pelatihan yang tepat maka yang ada hanyalah suatu kedangkalan-kedangkalan,”

Ia juga mengingatkan agar perubahan kurikulum harus didasarkan pada hasil riset yang jelas dan terukur.

Kata beiau lagi, “dan perlu diujicobakan justru bukan kepada siswa, tapi mendapat masukan dari guru-guru,”

Sejak reformasi, Indonesia bisa dibilang kerap berganti kurikulum sehingga kerap muncul anekdot ‘ganti menteri, ganti kurikulum’.

Berdasarkan catatan salah satu media berita, setelah UU Sisidiknas nomor 2 tahun 1989 diubah jadi UU 20 Tahun 2003, lahirlah kurikulum berbasis kompetensi (KPK) pada 2004.

Kurikulum itu berorientasi pada hasil kompetensi siswa, bukan proses. Namun, kurikulum itu menyimpan persoalan yaitu masih rendahnya kualitas guru.

Dua tahun kemudian berganti jadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP 2006 itu salah satu cirinya adalah desentralisasi pendidikan di mana sekolah dan/atau daerah bisa membuat silabus penyesuaian. Selain itu, kurikulum diupayakan relevan dengan kebutuhan dunia kerja.

Namun, kurikulum itu mempunyai kelemahan yakni masih kurangnya sarana dan prasana pendukung guru dan sekolah. Pun pengurangan jam belajar berkurangnya pada pendapatan guru, dan kesulitan pengajar memenuhi waktu sebagai syarat sertifikasi.

Pada 2013 muncul kurikulum baru yang diresmikan 11 Desember 2014. Kurikulum tersebut mengutamakan keseimbangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Walhasil, kental pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Selain itu, sikap dan perilaku masuk dalam aspek pembelajaran.

Salah satu kelebihan Kurtilas (Kurikulum 2013) adalah memiliki konsep yang jelas, dan mata pelajaran yang dikemas dengan materi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tapi, beberapa persoalan yang tercatat di lapangan adalah fasilitas pendidikan yang belum merata, dan guru yang tidak terlibat dalam pengembangan kurikulum.

Terkini adalah kurikulum 2015 yang merupakan upaya penyempurnaan dari kurtilas.

Terpilihnya Nadiem Makarim bagi Henny menjadi harapan baru sebab mantan CEO Gojek itu diyakini memiliki nilai kecakapan untuk mengelola Kemendikbud. Henny optimistis pengalaman sebagai pengusaha bisa menjadi modal awal, sekalipun dunia pendidikan merupakan hal baru bagi Nadiem,

 Ujar Henny, “ada beberapa kata kunci yang dia sebut pada pernyataan pertamanya. Yang pertama, dalam 100 hari dia akan mendengar dari orang-orang terdahulu yang menggeluti bidang ini. Dia mau dengar dan belajar. Artinya kita akan mendapatkan menteri muda yang mau mendengar dan belajar, ini dua hal yang sangat penting dalam dunia pendidikan,”

Sementara itu saat ditemui di Kemendikbud, Jumat (25/10), Nadiem memandang optimis terhadap pekerjaannya di Kabinet Maju periode 2019-2024. Ia pun mengaku antusias menjalankan tugas yang baru ia jalani tiga hari terakhir.

“Sangat optimis, sangat optimis, sangat excited. begitu banyak tugas, berat sekali tantangannya tapi saya optimis,” kata Nadiem.

Nadiem pun menjelaskan, selama tiga hari menjalankan tugas sebagai Menteri Pendidikan, Ia kerap melakukan rapat-rapat dengan pihak yang berkaitan dengan Kementerian.

 Ucap beliau, “Ketemu berbagai macam badan, berbagai macam dirjen,”

Nadiem juga memberikan dukungan penggabungan nomenklatur di Kemendikbud yang akan digabungkan dengan urusan pendidikan tinggi (dikti). Namun, Nadiem belum menjelaskan secara rinci langkah yang akan dilakukan pihaknya untuk menanggapi hal tersebut.

Jelas Nadiem. bahwa, “Itu harus dilakukan agar strateginya terpadu di antara seluruh institusi pendidikan,”

Sebagai informasi, pada periode sebelumnya, urusan pendidikan tinggi berada di bawah Kemenristek Dikti.