Investasi Yang Tepat Untuk Dana Pendidikan Anak

Investasi Yang Tepat Untuk Dana Pendidikan Anak

Investasi Yang Tepat Untuk Dana Pendidikan Anak – Salah satu tugas dan tanggung jawab orang tua saat membesarkan seorang anak ialah memastikan agar si buah hati mendapatkan pendidikan yang layak.

Oleh sebab itu, dana pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dipersiapkan sedini mungkin. Jangan sampai masa depan anak harus terhambat karena orang tua yang kurang cermat dalam menyiapkan dana pendidikan untuk anaknya tersebut. poker 99

Tidak cukup dengan menabung, orang tua juga harus berinvestasi pada instrumen yang tepat. Perencana keuangan KikauTalk Kaukabus Syarqiyah atau yang akrab disapa Kiki mengatakan, instrumen investasi tersebut akan sangat tergantung dengan besaran biaya yang dibutuhkan dan lama waktu yang diperlukan untuk mencapai target biaya yang ditetapkan. sbobet365

Investasi Yang Tepat Untuk Dana Pendidikan Anak

“Jadi pertama kali goal sekolahnya di mana dulu. Di mana dan berapa bayarannya. Karena kan pasti akan berbeda, ada sekolah negeri, swasta, terpadu, islam, dan sebagainya,” kata KikauTalk Kaukabus Syarqiyah. www.americannamedaycalendar.com

Terkait waktu, Kiki memberikan saran sebaiknya dana pendidikan sudah terkumpul satu tahun sebelum masuk sekolah. “Jadi, kalau misalnya nyiapin, katakan aku baru punya anak usia 0 tahun, baru lahir, tapi anakku mau masuk SD (Sekolah Dasar). Asumsinya kan masuk SD pada usia anak berusia 7 tahun. Berarti aku harus nyiapin saat anak berusia 6 tahun,” ujarnya.

Nah, intrumen investasi apa saja yang tepat?

1. Play Group/ Taman Kanak-kanak (PG/ TK)

Jika diasumsikan anak akan masuk jenjang pendidikan ini saat anak berusia 3 tahun, maka dana pendidikan anak harus disiapkan selama 2 tahun sejak anak lahir. Maka menurut Kiki, instrumen investasi yang tepat untuk mengumpulkan uang dalam jangka pendek ini adalah tabungan atau deposito.

2. Sekolah Dasar (SD)

“Kalau masuk Sekolah Dasar (SD) kan tadi butuh waktu 6 tahun sejak anak lahir, artinya jangkanya menengah, itu bisa ke reksadana pasar uang atau emas,” kata Kiki

Berikut adalah Sekolah Dasar dengan pendidikan terbaik sedunia:

A. Finlandia

Bukan rahasia lagi sejak lama sistem pendidikan di Finlandia udah menjadi nomor 1 di dunia, bahkan mengalahkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China. Rahasia dari majunya pendidikan di Finlandia adalah, mereka ternyata tidak membebani murid-muridnya dengan tugas yang berat, kemudian biaya pendidikan pun digratiskan dan guru-guru yang dipilih juga hanya guru yang memiliki kualitas terbaik!

B. Korea Selatan

Inilah salah satu alasan kenapa Korea Selatan kini menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Kunci utama dari majunya sistem pendidikan di Korea Selatan adalah teknologi. Di sana murid-murid dimanjakan dalam mencari informasi dengan layanan akses internet berkecepatan tinggi.

C. Hong Kong

Siapa sangka ternyata Hong Kong mempunyai kualitas yang sangat baik dalam pendidikan. Di Hong Kong, sistem pendidikannya dibuat kompetitif dan kualitas dari pendidik yang baik juga mendorong atmosfer belajar yang tinggi.

D. Jepang

Semenjak ada perombakan sistem setelah revolusi Meiji, pendidikan Jepang maju begitu pesat. Mereka juga menghargai orang-orang yang ingin belajar di negeri mereka. Dan yang jelas, kemajuan Jepang di bidang ekonomi, sains, dan juga teknologi adalah karena mereka berinvestasi besar di bidang pendidikannya.

E. Singapura

Negara tetangga kita Singapura memiliki sistem pendidikan terbaik ke-5 di dunia. Singapura mengandalkan teknologi sebagai pendukung utama sistem pendidikan dan juga kualitas guru yang terbaik. Gak heran negara sekecil itu bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomi Asia, bahkan dunia.

3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), orang tua membutuhkan waktu sekitar 12 tahun sejak lahir. Dengan jangka waktu tersebut, reksadana campuran, atau saham bisa menjadi pilihan.

Memasuki pertengahan tahun, sebagian orang tua biasanya akan sibuk menyiapkan berbagai macam hal yang diperlukan sang buah hati untuk memasuki tahun ajaran baru di tingkat kelas atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Bagi orang tua yang anaknya sudah berhasil menjalani 6 tahun pendidikan Sekolah Dasar (SD), maka hal pertama yang harus dilakukan tentu saja memilih Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan kualitas terbaik.

Nah, reata rata nilai Ujian Nasional (UN) dapat menjadi salah satu indikator yang dapat menjadi acuan orang tua dan anak dalam menentukan sekolah terbaik tersebut. Berikut daftar 10 besar SMP negeri dan 10 besar SMP swasta dengan nilai rerata UN 2019 tertinggi di DKI Jakarta, berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

Berikut adalah 10 besar SMP Negeri dengan nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) 2019 tertinggi di DKI Jakarta:

1. SMP Negeri 115 (93,78)

2. SMP Negeri 255 (92,06)

3. SMP Negeri 49 (90,57)

4. SMP Negeri 41 (90,39)

5. SMP Negeri 9 (89,61)

6. SMP Negeri 19 (88,87)

7. SMP Negeri 75 (88,19)

8. SMP Negeri 111 (87,68)

9. SMP Negeri 30 (86,58)

10. SMP Negeri 85 (86,27)

Berikut adalah 10 besar SMP Swasta dengan nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) 2019 tertinggi di DKI Jakarta:

1. SMP Labschool Kebayoran (92,64)

2. SMP Labschool Jakarta (92,53)

3. SMP K 2 Penabur (91,93)

4. SMP Santa Ursula (91,76)

5. SMP Kanisius (91,56)

6. SMP Citra Kasih (91,51)

7. SMP Madina Islamic School (91,23)

8. SMP Kristen 4 Penabur (91,02)

9. SMP K 8 BPK Penabur (91,00)

10. SMP K Ipeka Puri (90,65)

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) dan S1

“Kalau buat SMA atau S1 kan itu lebih panjang lagi, berarti mungkin bisa ke saham, atau mungkin properti yang kira-kira belasan tahun kemudian bisa dijual,” jelas nya

“Biasanya yang angka biaya nya agak gede itu ada di dua jenjang, satu jenjang SD, kedua jenjang S1. Kalau SMP atau SMA itu cenderung sama angkanya. Kenapa ko SD besar angkanya? Karena dia enam tahun. S1, negeri maupun tidak negeri itu gede loh biayanya. Kenapa gede? Karena memang lebih complicated,” lanjutnya.

Investasi Yang Tepat Untuk Dana Pendidikan Anak

Selain biaya sekolah anak, ternyata ada satu hal lagi yang harus disiapkan orang tua, yaitu dana untuk mendukung keterampilan atau skill anak. “Karena sekarang pekerjaan kita sudah jauh lebih terspesialisasi. Dulu perencana keuangan, siapa sih yang pernah dengar? Atau chef, sekarang sudah booming, naik kelas. Dulu dianggap tukang masak biasa,” jelas Kiki.

Memasuki tahun ajaran baru, calon mahasiswa berlomba untuk memasuki perguruan tinggi terbaik, baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Jika Anda ingin mencari kampus terbaik di dunia, bersiap-siaplah menghadapi persaingan dan persyaratan yang ketat, belum lagi biayanya yang mahal.

Mengutip data dari The Center for World University Rankings atau yang biasa disingkat dengan singkatan CWUR, berikut ini adalah 10 kampus terbaik yang ada di dunia:

1. Universitas Harvard (Amerika Serikat)

2. Universitas Stanford (Amerika Serikat)

3. Massachusetts Institute of Technology/ MIT (Amerika Serikat)

4. Universitas Cambridge (Inggris)

5. Universitas Oxford

6. Universitas California (Amerika Serikat)

7. Universitas Princeton (Amerika Serikat)

8. California Institute of Technology (Amerika Serikat)

9. Universitas Columbia (Amerika Serikat)

10. Universitas Chicago (Amerika Serikat)

Mengutip lembaga riset yang berbeda, yakni QS, universitas yang mendapat peringkat tertinggi di Indonesia adalah Universitas Indonesia yang berada di peringkat 296, kemudian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta di peringkat 320, dan Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan peringkat 331.

Sementara versi QS, berikut ini adalah 10 universitas terbaik di dunia yakni:

1. MIT (Amerika Serikat)

2. Universitas Stanford (Amerika Serikat)

3. Universitas California Los Angeles (UCLA)

4. Universitas Harvard (Amerika Serikat)

5. Universitas Sydney (Australia)

6. Universitas Melbourne (Australia)

7. Universitas Cambridge (Inggris)

8. Universitas California, Berkeley (Amerika Serikat)

9. Universitas Tsinghua (China)

10. Universitas Oxford (Inggris)

View More Investasi Yang Tepat Untuk Dana Pendidikan Anak
Peran Guru Dalam Pendidikan

Peran Guru Dalam Pendidikan

Peran Guru Dalam Pendidikan – Pendidikan merupakan salah satu senjata utama untuk membangun bangsa. Tentunya hal ini tidak terlepas dari peran guru dalam upaya menyampaikan ilmu ke siswa dan siswi yang di didiknya. Setiap guru memiliki cara nya masing-masing agar para siswa atau siswi dapat memahami pelajaran yang diberikan.

Selain peran dari guru, pemerintah juga memiliki andil atau peran untuk meningkatkan kualitas pendidikan di suatu negara. Sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah mengubah peraturan bagi para guru dalam proses belajar mengajar. Para guru-guru diwajibkan bekerja selama 40 jam per minggu. poker99

Cakupan waktu tersebut dipakai oleh guru untuk menjalankan tugas antara lain merencanakan pembelajaran, melaksanakan pengajaran tatap muka, memberi penilaian hasil belajar anak didik, membimbing dan melatih anak didik, serta melaksanakan tugas tambahan seperti pembinaan atau menjadi wali kelas. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut, guru harus mempunyai kemampuan komunikasi yang baik. Karena 60% waktu bekerja guru dialokasikan untuk berkomunikasi langsung dengan siswa atau siswi nya. sbotop

Peran Guru Dalam Pendidikan

“Komunikasi adalah kunci utama seorang guru bisa menyampaikan apa yang dia punya. Baik itu pelajaran yang dikuasai atau mengomunikasikan informasi kepada orangtua, sekolah, dan masyarakat tentang pendidikan siswa. Masalah apapun tentang pendidikan intinya ada di komunikasi,” kata Sidik Eka Hermawan selaku Project Director Business Partnership Unit Indonesia Mengajar. https://www.americannamedaycalendar.com/

Sidik Eka Hermawan mengatakan seorang guru harus bisa memfasilitasi siswa atau siswi nya dengan baik. Selain itu, guru juga harus bisa berkomunikasi dengan baik kepada orangtua dari siswa atau siswinya. Sayangnya masih banyak guru yang belum mampu melakukan hal tersebut.

“Hingga saat ini masih banyak guru yang mengajar dengan cara kasih materi, siswa mencatat, lalu sudah. Padahal kurikulum yang sekarang menuntut komunikasi dua arah dalam proses belajar mengajar. Cara mengajar guru harus diubah,” jelas Sidik.

Selain hal itu, isu lain yang juga berkembang dalam pendidikan untuk memajukan bangsa adalah bullying secara tidak sadar yang dilakukan oleh para guru. Berdasarkan pengalaman Sidik yang sempat mengajar di daerah tertinggal, saat ini masih ada guru yang memberikan label kepada siswa atau siswinya, entah itu dari perilaku atau perawakan. Akibatnya siswa atau siswinya bisa menjadi kurang percaya diri.

Oleh sebab itu, sebagai LSM yang berfokus pada pendidikan, Indonesia Mengajar ingin ikut serta mengubah cara guru dalam mengajar dan berkomunikasi sehingga dapat menjadi fasilitator yang baik. Bekerja sama dengan Listerine, LSM tersebut akan memberikan pelatihan bagi para guru di Aceh Singkil yang berada di daerah tertinggal. Pelatihan itu akan membagikan pengetahuan mengenai keterampilan dasar fasilitasi. Dengan begitu guru juga dapat memahami dan mempraktikkan cara belajar mengajar yang komunikatif seperti manajemen kelas untuk pemahaman pembelajaran yang aktif dan kreatif serta materi peningkatan kepercayaan diri.

Salah satu isu dari tahun ke tahun yang masih menjadi ganjalan adalah gaji guru. Banyak guru yang masih digaji dengan rendah. Padahal seharusnya sang pendidik menjadi pekerjaan dengan gaji yang memadai. Mungkin Indonesia perlu berkaca dari negara lain mengenai kesejahteraan guru. Berikut adalah negara-negara yang memberi gaji besar untuk guru- gurunya.

1. Luxemburg

Sebagai salah satu negara terkaya yang ada di dunia, wajar Luxemburg berani membayar mahal profesi guru. Buat gambaran, pendapatan per kapita rata-rata Luksemburg yang menjadi tolok ukur gaji pada tahun2017 sekitar USD 109 ribu atau Rp 1,57 miliar per tahun.

Gaji Guru SD : USD 122 ribu (Rp 1,75 miliar) per tahun atau Rp 145 juta per bulan (paling tinggi)

Gaji Guru SMA : USD 138 ribu (Rp 1,98 miliar) per tahun (paling tinggi)

2. Swiss

Di Swiss makin tinggi pendidikan gurunya, makin tinggi pula guru tersebut akan dibayar. Makanya jangan heran kalau ada guru yang dibayar hingga Rp 100 juta per bulannya. Ditambah lagi negara ini termasuk dalam daftar 15 negara terkaya yang ada di dunia.

Gaji Guru SD : USD 84 ribu (Rp 1,2 miliar) per tahun atau Rp 100 juta per bulan (paling tinggi)

Gaji Guru SMA : USD 107 ribu (Rp 1,54 miliar) per tahun atau Rp 128 juta per bulan

3. Jerman

Negara Bavarian ini menganggap begitu pentingnya pendidikan. Oleh sebab itu, guru-guru di sana mendapat penghargaan lebih atas kinerjanya.

Gaji Guru SD : USD 72 ribu (Rp 1,03 miliar) per tahun atau Rp 86 juta/bulan (paling tinggi)Gaji Guru SMA : USD 89 ribu (Rp 1,28 miliar) per tahun atau Rp 106 juta/bulan

4. Korea Selatan

Negara yang populer berkat K-Pop dan HP Samsung ini layak dapat pujian. Korea Selatan menjadi salah satu negara di Asia yang berani menggaji profesi guru dengan gaji yang sangat tinggi.

Gaji Guru SD : USD 79 ribu (Rp 1,13 miliar) per tahun

Gaji Guru SMA : USD 78 ribu (Rp 1,12 miliar) per tahun (paling tinggi)

Peran Guru Dalam Pendidikan

5. Austria

Buat mengajar di Austria, setiap guru di sana diwajibkan fasih dalam berbahasa Inggris. Sebab permintaan guru yang berbahasa Inggris sangat tinggi.

Gaji Guru SD : USD 67 ribu (Rp 964 juta) per tahun (paling tinggi)

Gaji Guru SMA : USD 76 ribu (Rp 1,09 miliar) per tahun (paling tinggi)

6. Belanda

Menjadi seorang guru di Belanda bisa dibilang sangat menjanjikan. Bagaimana tidak, seorang guru di negeri kincir angin tersebut di gaji sebesar USD 57.830 atau sekitar Rp 772 juta per tahun. Jika dihitung per bulan maka mencapai sekitar Rp 64 juta.

Gaji Guru SD : USD 57.830 (Rp 772 juta) per tahun

7. Belgia

Seorang guru di Belgia mendapat gaji sebesar USD 51.470 atau Rp 687,1 juta per tahunnya. Jika dihitung per bulan, gaji guru di negara ini sekitar Rp 57 jutaan lebih.

Gaji Guru SD : USD 51.470 (Rp 687,1 juta) per tahun

8. Irlandia

Pendidikan di Irlandia masuk ke dalam 10 besar negara dengan kurikulum terbaik. Jadi bukan hal yang aneh kalau di negara ini gaji seorang guru juga sangat cukup. Dalam satu tahun, guru yang tidak mempunyai pengalaman bisa memiliki pendapatan USD 35 ribu atau sekitar Rp 461 juta per tahun tanpa potongan sama sekali.

Gaji Guru SD : USD 35 ribu (Rp 461 juta) per tahun

Perbandingan gaji guru sekolah dasar berbagai negara

Negara Gaji Pertama Gaji Setelah 15 tahun

1. Luxembourg USD 70.192 USD 102.505

2. Jerman USD 56.535 USD 70.693

3. Kanada USD 39.222 USD 65.474

4. Amerika Serikat USD 39.183 USD 61.028

5. Korea Selatan USD 30.395 USD 53.405

View More Peran Guru Dalam Pendidikan
Pendidikan Yang Memerdekakan

Pendidikan Yang Memerdekakan

Pendidikan Yang Memerdekakan – “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah menganggap dirinya lebih tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali” – Tan Malaka.

Sekolah adalah salah satu penyebab hierarki sosial yang terjadi di masyarakat. Kira-kira seperti itulah ucapan Bourdieu tentang perbedaan status sosial masyarakat berkaitan dengan modal sosial dan simbolik yang terbentuk setelah seseorang mengenyam pendidikan. Siapa sangka dengan pendidikan tersebut justru menjadikan seseorang seolah merasa lebih perlu dihargai dari orang lain dalam konteks bermasyarakat. pokerasia

Tidak jarang terdapat hal sederhana yang terjadi di institusi pendidikan kita dan bisa membuat gelak tawa jika mengingatnya. Suatu waktu salah seorang kawan yang akan meminta tanda tangan dosen pengujinya tidak mau tanda tangan hanya karena gelarnya lupa ditulis, atau salah seorang pengajar geram ketika mengetahui tugas paper mahasiswanya satu pun tak mengutip buku karangannya, padahal sesuai dengan mata kuliah yang diampu. Dan, masih banyak sederet kisah yang tidak substansial dengan konsepsi pendidikan yang memerdekakan. sbobet88

Pendidikan Yang Memerdekakan

Ini artinya, ketika seseorang mendapat pendidikan lebih tinggi, secara tidak langsung berharap kapital budaya dan kapital simbolik itu melekat pada mereka yang secara serta merta menuntut masyarakat sekitar untuk mengamininya pula. Karakter seperti ini cukup banyak bergentayangan di kalangan mahasiswa kita dengan lingkup borjuisitas di kalangan mereka. Lalu karakter yang melekat itu pun seakan menjadi kebiasaan yang terus direproduksi dan akhirnya mengakar secara turun temurun. www.mrchensjackson.com

Contoh kecil yang terjadi ketika Indonesia saat ini diberitakan sedang krisis petani, justru sarjana-sarjana pertanian kita malah sibuk dengan urusan kantor, dengan menjaga diri untuk selalu tampil rapi dan tak tersentuh kotoran sedikit pun. Pendidikan yang didapatkan sarjana pertanian kita bisa dikatakan belum berbasis untuk pengembangan keilmuan yang bermanfaat untuk masyarakat, namun masih sebatas ambang aman untuk mereka mendapatkan pekerjaan -syukur-syukur jika sesuai dengan bidang keilmuan yang telah mereka dapatkan.

Jika menelusuri tentang kutipan yang ada di awal, apa yang diungkapkan oleh Tan Malaka bukan hanya terjadi dalam konteks ketika zamannya para kaum terdidik mencari aman dengan diberikan posisi di pemerintahan kolonial, namun hal ini sering terjadi juga dalam konteks kehidupan modern saat ini. Kaum terdidik lebih banyak terpusat pada satu titik dengan alibi ketidaktersediaan lapangan kerja ketika kembali ke kampung halaman. Jadilah mereka menjadi tenaga yang dieksploitasi meski dengan bekerja tidak sesuai dengan kompetensi yang pernah digeluti.

Ketika berbicara tentang beberapa problematika pendidikan kita saat ini, jika para mahasiswa kita masih tertanam dalam pikiran mereka bahwa pendidikan yang tinggi adalah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak nantinya, maka dikotomi antara layak dan tak layak tersebut perlu didefinisikan secara tuntas. Misalnya, ketika seorang sarjana peternakan yang notabenenya akan bergelut dengan ternak dan kandang, lebih memilih untuk sekedar sebagai tenaga penyuluh yang hanya berkoar-koar tentang kesehatan ternak dan pakan yang baik dari pada mempraktikkan langsung sebagai peternak. Dan itu menurut mereka hal layak dengan status mereka yang lebih mengetahui tentang peternakan.

Sementara masyarakat yang memang pekerjaan mereka sebagai peternak, mencari rumput, atau memberi makan ternak dan membersihkan kandang, itu hal yang wajar mereka lakukan, dengan alasan mereka yang terikat dan bertanggung jawab atas itu. Seolah para sarjana terdidik tidak layak untuk melakukan apa yang dilakukan masyarakat kita yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Layak dan tidak layak menjadi hal yang tidak substansial jika merujuk pada kiprah yang bisa dilakukan dalam konteks bermasyarakat. Tentu saja sebab masih adanya gengsi yang menjadi barikade untuk seorang terdidik melakukan pekerjaan yang menurut definisi relatif mereka antara layak dan tidak layak tersebut.

Jika seseorang masih berpikir ketika mendapatkan pendidikan tinggi supaya mendapatkan pekerjaan yang layak, maka pendidikan yang memerdekakan hanyalah slogan mati yang belum dipahami secara filosofis. Mereka yang mendapatkan pendidikan yang tinggi, lalu sekedar mencari aman dengan gelar dari pendidikan yang telah mereka dapatkan (dalam hal pekerjaan) dan tidak berupaya untuk memerdekakan masyarakat, inilah yang disebut dengan kaum lamisan.

Terdapat ungkapan dari Haji Misbach, seorang muslim kiri revolusioner, kaum lamisan tidak lebih hanyalah budak yang hanya berorientasi harta dan posisi aman dalam kehidupan mereka. Mereka tak peduli dengan masyarakat sekitarnya juga yang butuh untuk dimerdekakan, baik merdeka dalam hal pengetahuan, ekonomi, lebih-lebih merdeka dalam kesetaraan status sosial dalam masyarakat.

Pendidikan yang memerdekakan bukan pula sebatas membebaskan diri berpikir melewati batas-batas yang distandarkan masyarakat secara umum. Akan tetapi juga memerdekakan akal budi untuk berperilaku sosial positif yang persuasif dan emansipatoris terhadap masyarakat sekitarnya. Misalnya, seorang terdidik harus berupaya melawan batas-batas sistem yang selama ini menjadikan masyarakatnya tertindas, dan menjadi pelopor untuk sebuah perubahan yang berorientasi pada pembebasan masyarakat untuk tidak terus menerus terkungkung dalam pemikiran yang terkotak-kotak dan cari aman sendiri. Akan tetapi mendobrak kesadaran mereka untuk berpikir bagaimana sebuah tatanan sosial yang setara untuk kesejahteraan bersama menjadi hal penting untuk diwujudkan.

Lalu terkait dengan upaya memerdekakan masyarakat dalam hal intelektualitas, banyak hal yang bisa dilakukan para kaum terdidik kita untuk sekitar mereka dengan kompetensi keilmuan yang telah mereka dapatkan. Salah satunya menjadi pegiat pendidikan untuk generasi bangsa di sekitar mereka, tidak mesti bergelut dalam situasi formal, pendidikan secara non formal pun merupakan hal yang cukup luar biasa untuk mereka mau meluangkan waktu membagikan ilmu kepada orang lain. Bahkan di beberapa daerah, pegiat pendidikan atau pegiat literasi bukan dari orang yang pernah mengenyam pendidikan tinggi, akan tetapi mereka yang mempunyai kepedulian tinggi untuk memerdekakan generasi bangsa agar berwawasan luas.

Pendidikan Yang Memerdekakan

Contohnya, Bemo Pustaka; seorang supir bemo paruh baya yang sore harinya menjadikan bemo miliknya diisi buku-buku bacaan lalu berkeliling kampungnya untuk menjajakan buku tersebut agar dibaca orang lain, dengan sasaran utamanya anak-anak yang berkumpul di suatu tempat yang telah disepakati. Ada pula Jamu Pustaka; seorang pedagang jamu yang nyambi membawa buku bacaan bagi pembeli jamunya. Begitu juga dengan Lumbung Pustaka, yang digagas oleh seorang buruh bangunan yang merasa prihatin dengan kondisi generasi bangsa yang perlu mendapatkan perhatian dalam dunia literasi.

Hal tersebut seharusnya menjadi lecutan bagi kaum terdidik yang notabenenya menjadi agen untuk menjadikan orang lain terdidik juga, alih-alih sekedar mencari aman dengan status ketinggian pendidikan yang telah mereka dapatkan. Maka hal pokok yang harus juga dibangun dalam pendidikan kita bukan hanya soal kognisi dan kompetensi dalam bidang keilmuan yang mereka geluti, melainkan kognisi sosial untuk sebuah kepedulian dengan mata dan hati terbuka untuk sekitarnya sangat vital untuk ditanamkan sejak dini.

Begitu pula dengan memerdekakan masyarakat secara ekonomi, banyak hal yang bisa dilakukan kaum terdidik sebagai pelopor untuk kesejahteraan bersama, seperti menggiatkan usaha-usaha kerakyatan dengan modal bersama, koperasi usaha, kelompok tani, kelompok ternak, dan lainnya. Namun satu hal yang kembali mesti diingat, memerdekakan masyarakat bukan hanya untuk mengejar status sosial agar semakin dihormati dalam masyarakat, atau semata-mata mendapatkan penghargaan, namun keikhlasan dan ketulusan untuk terwujudnya kehidupan sosial itu lebih utama menjadi semangat untuk memulai hal tersebut.

View More Pendidikan Yang Memerdekakan
Agenda Pendidikan di Masa Depan

Agenda Pendidikan di Masa Depan

Agenda Pendidikan di Masa Depan – Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development pada tahun 2018 yang berjudul The Future of Education and Skills Education 2030 menuliskan beberapa kapabilitas yang harus dikokohkan ke personal anak-anak. Yang pertama ialah rasa keingin tahu, imajinasi, daya tahan, dan kemampuan mengatur diri secara mandiri. Yang kedua ialah kemampuan menghormati, menghargai gagasan, perspektif, dan nilai-nilai orang lain. Dan yang ketiga ialah kemampuan mengatasi kegagalan dan penolakan. Dan yang keempat ialah kemampuan untuk bergerak maju dalam menghadapi beragam kesulitan.

Keempat kemampuan tersebut harus bisa diaplikasikan oleh siswa atau siswi dalam berbagai situasi dan kondisi. Kapabilitas tersebut perlu diinternalisasikan sehingga menjadi inheren dalam diri anak-anak bangsa. Walaupun demikian, berbagai kapabilitas yang telah coba diinternalisasikan di ruang pendidikan tersebut juga perlu diimbangi dengan semangat pendidikan yang responsif terhadap lokalitas kultural dan alam Nusantara yang sangat kaya. poker asia

Kita semua mafhum, masyarakat yang ada di Indonesia memiliki beragam adat dan alam yang kaya. Dari situ beragam pengetahuan dibangun sebagai mekanisme survival dalam menghadapi alamnya masing-masing. Begitu banyak stock of knowledge yang berserakan di masyarakat yang sesungguhnya yang dapat menjadi mutiara yang begitu bagus untuk dipelajari oleh anak-anak bangsa Indonesia. sbobet

Agenda Pendidikan di Masa Depan

Akan tetapi, pendidikan di negeri ini, terutama pendidikan formal, sangat kurang porsinya dalam mengakomodasi keragaman pengetahuan atau sering disebut kearifan lokal yang terserak di masyarakat tersebut. Bahkan dalam tensi yang paling buruk, pendidikan di persekolahan yaitu pendidikan formal cenderung mendegradasi pengetahuan anak-anak tentang lingkungan alam dan sosial budayanya. https://www.mrchensjackson.com/

Perubahan paradigma dalam pembangunan pendidikan di negeri ini menjadi hal yang niscaya. Apalagi masih sangat lazim kita temui di berbagai tempat yang masih memposisikan anak sebagai objek pendidikan bukan anak sebagai subjek pendidikan. Menempatkan mereka sebagai gelas kosong yang harus diisi pengetahuan sebanyak-banyaknya tanpa melihat realitas faktual di sekitarnya. Lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal, dan informal harus mengubah cara pandang.

Menghargai Pengetahuan Lokal

Dalam konteks Indonesia, pendidikan yang memperhatikan kondisi global akan tetapi tetap menghargai pengetahuan-pengetahuan lokal yang begitu kaya dan terserak di Nusantara perlu diarus utamakan.

Secara praktikal, memang sangat sulit sekali untuk mengkoneksikan dunia pendidikan, khususnya persekolahan formal, dengan kondisi alam dan sosial budaya masyarakat. Kalau pendidikan berbasis kearifan lokal yang hidup di masyarakat sifatnya problem solving dan membuat mereka mampu bertahan untuk menaklukkan alam, di sekolah justru anak-anak dijauhkan dari situasi tersebut.

Anak seringkali dipacu untuk belajar sesuatu yang begitu berbeda dengan realita kesehariannya. Orientasi persekolahan menuju ke modernitas dan menjauh dari alam. Padahal di banyak tempat yang ada di Indonesia situasi alam dan lingkungan kultural merupakan sumber pembelajaran terbaik yang justru dipinggirkan. Kondisi yang menunjukkan seolah ada benteng yang memisahkan dunia persekolahan dengan alam sekitar.

Indonesia yang begitu kaya dengan alam dan sosio-kulturalnya membutuhkan pendidikan yang memberikan keleluasaan anak didik berkembang berdasar potensi diri dan alam yang ada di sekitarnya. Lembaga pendidikan sepatutnya tidak membawa anak-anak menjauh dari jati diri kultural, alam, dan sosialnya. Apalagi Indonesia begitu beragam baik dari situasi geografis, situasi kultural, situasi agama, ataupun situasi kelas sosialnya.

Finlandia bisa dirujuk untuk menerapkan pendidikan yang menghargai keberagaman. Di sana, sekolah diposisikan sebagai bagian dari komunitas. Sekolah sangat menghargai keunikan siswa dan menjamin haknya untuk mendapat pendidikan yang baik. Setiap siswa dihargai pertumbuhannya untuk menjadi manusia yang berpendidikan dan warga negara yang aktif di masyarakat demokratis. Keanekaragaman budaya dijadikan sumber kekayaan dan juga dijadikan rujukan untuk memahami kehidupan yang berkelanjutan (Halinen, 2018)

Sayangnya memang pendidikan berbasis sosial budaya ini seolah absen dari realitas pendidikan yang ada di negeri ini. Di sinilah peran penting seorang guru sebagai garda terdepan mempraktikkan pendidikan yang menghargai alam dan kultural yang ada di sekitar sekolah. Walaupun memang tidak mudah karena pada praktiknya para guru lebih banyak menghabiskan waktunya menyelesaikan berbagai tugas administratif.

Waktu membaca sangat menjadi terbatas apalagi untuk mengeksplorasi lingkungan alam yang ada di sekitarnya tidaklah mudah. Seorang guru harus mempunyai imajinasi dan visi pembelajaran yang mumpuni untuk membuat pembelajaran yang mampu mendekatkan anak anak pelajar ke alam dan situasi sosial.

Visi Pemerintah

Visi pemerintah adalah mengaplikasikan model pendidikan yang lebih mengakomodasi ruang kebebasan bagi anak-anak untuk mengeksplorasi alam dan lingkungan sosial budaya mereka, dan hal tersebut memang bukan perkara yang mudah. Perubahan dari bangunan paradigma pendidikan di Indonesia sangat diperlukan. Apalagi di sisi lain pemerintah cenderung lebih banyak untuk berusaha dalam mengakomodasi standar-standar yang telah dibangun oleh dunia internasional.

Hal tersebut bisa saja dilakukan, akan tetapi harus diingat betapa beragamnya negeri ini dan juga kualitas pendidikannya belum tersebar merata. Hal yang memperburuk situasi adalah masih ada saja kebijakan-kebijakan pendidikan yang sangat bias wilayah perkotaan yang belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat di berbagai daerah. Menyamaratakan standar pendidikan adalah kesalahan besar dalam situasi kompleksnya persoalan pendidikan di negeri ini.

Guru yang masuk setiap hari nya, buku yang lengkap, dan juga internet yang memadai misalnya dapat ditemukan di sekolah-sekolah yang berada di daerah perkotaan. Akan tetapi jika kita mengunjungi sekolah-sekolah di pelosok negeri, kesemuanya adalah harta yang langka. Dalam konteks tersebut visi pemerintah sangat menentukan keberhasilan dari pendidikan. Visi pendidikan yang membawa anak untuk tidak hanya berfokus pada standar global akan tetapi juga memperhatikan alam, sosial budaya, atau sejarah masyarakat di tiap daerah.

Agenda Pendidikan di Masa Depan

Selain berharap pada visi pemerintah pusat, maka visi pemerintah daerah menjadi sangat penting. Suatu daerah harus mampu membangun visi pendidikannya berbasis pembangunan daerah tersebut. Memanfaatkan kekayaan alam dan budayanya dan mengoptimalkan anak-anak untuk dapat menjaga alam dan budayanya. Contohnya, pelajaran muatan lokal yang menjadi tanggung jawab daerah harus dioptimalkan untuk membangun pengetahuan khas yang hanya dimiliki daerah tersebut. Pelajaran yang menyadarkan anak-anak tentang kondisi daerah yang mereka tempati.

Untuk di tingkatan pendidikan menengah khusus nya SMK misalnya muatan lokal dapat dikembangkan sebagai mata pelajaran dapat memancing minat wirausaha anak-anak. Mereka diajak untuk mengembangkan kesenian, pangan lokal, industri kreatif, dan mampu mengkapitalisasinya secara ekonomi sehingga menjadi sumber penghidupan baru menyokong kehidupan industri daerah.

Pemerintah daerah juga harus memetakan kondisi demografi daerah dan memprediksi dunia kerja apa yang dapat dimasuki anak-anak yang saat ini masih ada di bangku sekolah. Jika fokus pemerintah saat ini pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia, maka agenda pendidikan yang memperhatikan situasi global tetapi tanggap terhadap lokalitas harus dihadirkan di ruang-ruang pendidikan di negeri ini. Kita perlu menyusun ulang agenda pendidikan ke depan.

View More Agenda Pendidikan di Masa Depan
Kepatuhan, Pendidikan, dan Jiwa-Jiwa Merdeka

Kepatuhan, Pendidikan, dan Jiwa-Jiwa Merdeka

Kepatuhan, Pendidikan, dan Jiwa-Jiwa Merdeka – Sangat berbahayanya kepatuhan. Berbahaya ketika seorang individu tak pernah tahu dan tak mempunyai alasan pasti kenapa dia mesti patuh pada aturan bersama. Yang si patuh mengerti adalah ia menaati aturan karena otoritas memintanya begitu dan mempertanyakannya selalu dianggap tabu, atau bahkan dosa.

Sayangnya, jenis kepatuhan tersebut diinternalisasi di lingkungan masyarakat yang mengharuskan keharmonisan komunal dijaga baik dengan segala cara. Termasuk melalui represi sejak dari ruang publik paling personal, yaitu keluarga. Kita telah terbiasa mendengar orangtua tidak membolehkan anaknya melakukan sesuatu yang dianggap buruk tanpa penjelasan logis yang memadai. Jika si anak bertanya lebih jauh, seringkali ia dicap nakal. idnpoker

Sistem pendidikan formal kita pun setali tiga uang dengan itu. Sekolah mengamini dan juga mendukung nilai-nilai yang diinternalisasikan secara paksa. Alih-alih mengajari murid untuk menjadi kritis dan melatih diri mereka untuk selalu bersikap skeptis, sistem pembelajaran kita menuntut si anak untuk tunduk. Para murid tidak diberikan bekal cukup untuk membangun kesadarannya sendiri. Pendidikan kita belum memerdekakan individu.

Kepatuhan, Pendidikan, dan Jiwa-Jiwa Merdeka

Tyler dalam Why People Obey the Law tahun 1990 mengategorikan kepatuhan ke dalam dua jenis yakni, instrumental dan normatif. Yang pertama, kepatuhan yang terbentuk sebagai respons terhadap hukuman dan penghargaan. Yang kedua, kepatuhan berasal dari pandangan individu yang melihat aturan sebagai hal yang adil dan mengikutinya merupakan sikap yang pantas untuk dilakukan. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Komitmen di dalam kepatuhan normatif sendiri melibatkan moralitas dan legitimasi personal. Moralitas personal berarti menuruti aturan karena individu tersebut tahu bahwa aturan itu adil dan layak diikuti. Legitimasi personal dapat dilihat sebagai sikap taat aturan yang bersumber dari pandangan bahwa otoritas yang menegakkan aturan memiliki hak untuk membentuk perilaku publik. Keduanya dicapai setelah melalui proses berpikir, menelaah informasi yang diterima terkait aturan-aturan, dan kemudian memutuskan mematuhi seperangkat aturan tadi karena pertimbangan logis dan kesadaran yang muncul dari dalam. premiumbola

Perspektif normatif fokus pada norma-norma keadilan dan kewajiban yang diinternalisasi. Sebaliknya, perspektif instrumental menganggap kepatuhan sebagai bentuk perilaku yang terjadi sebagai respons terhadap faktor-faktor eksternal, yang seringkali dilakukan tanpa serangkaian proses berpikir. www.benchwarmerscoffee.com

Dengan kata lain, ada dua hal paradoks yang membentuk hasil akhir yang sama. Kepatuhan yang hadir karena paksaan atau yang terbentuk karena kesadaran. Pendidikan, idealnya, perlu melahirkan individu bebas yang memilih patuh secara sukarela. Kesukarelaan itu muncul dari kebebasan berpikir kritis. Salah satu tugas besar pendidikan, menurut Giroux, adalah membangun, bukan membentuk secara paksa, kesadaran individu untuk menghormati kehidupan dan kepentingan bersama.

Sayangnya, pendidikan kita justru menegasikan keduanya. Oleh pendidikan, kesadaran individu dipinggirkan, atau mungkin dilenyapkan, demi kepentingan bersama. Anak-anak kita ajari untuk menuruti segala hal yang dianggap normal di masyarakat, meski sebenarnya sebagian dari mereka tahu jika itu salah. Pendidikan masih bertumpu pada menciptakan individu yang seragam, yang fitted-in di dalam masyarakat dengan cara mengabaikan keunikannya masing-masing. Akhirnya, individu menjadi pribadi yang bukan dirinya. Mereka menjadi hipokrit.

Menggugat Pendidikan

Kita perlu belajar dari Dead Poets Society. Film berlatar waktu 1950-an dan diputar pertama kali pada 1989 ini menggugat pendidikan yang menghasilkan manusia-manusia yang terpaksa patuh. Di film itu, John Keating, seorang guru bahasa Inggris yang progresif, mengajak murid-murid di sebuah sekolah elit khusus laki-laki untuk tidak hanya sekadar patuh. Melalui metode pengajaran yang tidak lazim, Keating meminta para muridnya untuk merayakan hidup. Keating kerap mengulang frasa Latin, “Carpe diem!” (Rebutlah hari ini!). Baginya, hidup menjadi sia-sia bila diisi kepatuhan yang terpaksa. Tidak paham esensi dan membebek tanpa tahu arah.

Hal pertama yang ditanamkan Keating kepada murid-muridnya adalah eksplorasi personal. Melalui puisi, para murid didorong untuk mengenal dirinya sendiri. “Kalian harus berusaha menemukan suaramu sendiri,” ujarnya suatu kali, “Jika kalian menundanya, maka suara itu tidak pernah ditemukan.” Salah satu usaha untuk menemukannya adalah dengan memprovokasi para murid untuk tidak terpaku pada definisi reduktif puisi yang dibuat akademisi.

Puisi adalah soal rasa, tidak dapat dibatasi oleh definisi yang dibakukan secara otoritatif. Keating meminta murid-muridnya untuk merobek bagian pengantar buku teks puisi yang ditulis oleh akademisi terpandang. Mereka diajak menikmati puisi karena keindahannya yang dirasakan secara personal, bukan diminta untuk menikmatinya dengan cara tertentu. Ini merupakan simbolisasi perlawanan terhadap otoritas yang menentukan nilai dan laku yang didiktekan tanpa perlu dikritisi.

Keating juga melakukan aksi simbolik lainnya. Di dalam kelas, ia berdiri di atas meja belajar. Dengan begitu, Keating mendapatkan titik pandang yang berbeda untuk objek yang sama. Ia berharap murid-muridnya selalu berupaya melihat perspektif yang baru dalam hidup. Individu yang kritis sudah seharusnya dapat melihat dengan cara pandang yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Secara implisit, meski sepanjang film pesan ini jelas tergambar, Keating melakukan protes keras terhadap sistem pendidikan yang hanya menghasilkan manusia satu dimensi yang kaku. Mereka hanya dididik untuk menjadi patuh atas tata nilai yang selama ini dianut masyarakat. Sistem pendidikan yang hanya membentuk siswa yang diinginkan oleh orangtua yang konvensional, bukan membantu siswa untuk mengenal diri dan potensi mereka.

Pandangan filosofis Keating tentang nilai kebebasan individu dan sifat non-kompromi itu meresap ke beberapa anak didiknya. Mereka tersihir oleh pesona tidak biasa Keating. Mereka kemudian menghidupkan kembali Dead Poet Society, komunitas dengan spirit kebebasan yang pernah diikuti Keating ketika ia bersekolah di tempat yang sama. Dan ini adalah simbolisasi hipokrisi yang nyata. Untuk menjadi diri mereka sendiri, para murid ini harus bersembunyi di dalam gua, mengadakan pertemuan rutin di sana, melakukan apapun yang dilarang sekolah, dan menjadi produktif dengan cara mereka sendiri.

Tujuh sahabat tadi menginterpretasi nilai-nilai anti kepatuhan dengan cara mereka sendiri. Carpe diem diterapkan dengan konsekuensi yang berbeda-beda. Hal yang menjadi catatan penting film ini adalah bagaimana Keating menasihati para anggota Dead Poet Society agar tak sekadar tidak-patuh dalam melawan sistem. Mereka tidak seharusnya mengincar kebebasan belaka, tapi mendapatkannya dengan cara dewasa. Risiko harus dikalkulasi secara cermat. Pilihan-pilihan bebas yang didapat harus pula dipertanggungjawabkan.

Kepatuhan, Pendidikan, dan Jiwa-Jiwa Merdeka

Sebuah Kesalahan

Pelajaran yang bisa diambil dari Dead Poet Society ini sangat sederhana. Menundukkan jiwa-jiwa yang merdeka untuk patuh adalah sebuah kesalahan. Jiwa-jiwa itu akan membentuk kesadaran kolektif yang akan melawan nilai dominan masyarakat yang hipokrit.

Filosofi pendidikannya mesti berubah dari menciptakan manusia yang patuh menjadi menghasilkan individu merdeka yang harmonis dengan masyarakat. Pendidikan harus menempatkan perkembangan integral individu sebagai prioritas dan pemerdekaan individu semestinya menjadi inti praktik pendidikan sejati. Namun, visi pemerdekaan ini tidak boleh dikontraskan dengan kepentingan kolektif masyarakat dan kebaikan bersama.

Untuk mencapai tujuan itu, sekolah harus mengembangkan aspek non-diktatis individu, yakni mengajarkan cara memperoleh ilmu pengetahuan dan disposisi sikap atas kepemilikan ilmu pengetahuan itu sendiri. Hal ini diperlukan karena selama ini pendidikan kita lemah dalam pengembangan dasar-dasar intelektualitas selama pembelajaran.

Dengan begitu, pendidikan akan menghasilkan jiwa-jiwa merdeka yang bertanggung jawab dan membentuk individu dengan karakter keterdidikan. Tidak semua orang terdidik memiliki karakter ini. Karakter keterdidikan adalah sikap yang tidak berorientasi pada diri pribadi, tetapi pada bagaimana pilihan personalnya yang bebas mampu membawa manfaat dan menghadirkan keteraturan struktur sosial-politik dalam masyarakat. Sehingga pada akhirnya, masyarakat teratur, yang bukan diatur, hadir dari individu-individu terdidik yang memiliki pilihan bebas. Keduanya tidak saling meniadakan.

View More Kepatuhan, Pendidikan, dan Jiwa-Jiwa Merdeka
Pendidikan 2.0 atau 4.0

Pendidikan 2.0 atau 4.0

Pendidikan 2.0 atau 4.0 – Publik menanggapi terpilihnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan secara berbeda-beda. Ada yang menanggapi dengan sangat bersemangat, berharap bahwa Nadiem Makarim akan membawa perubahan segar di dalam pendidikan yang ada di Indonesia. Akan tetapi ada juga yang skeptis yang menganggap bahwa Nadiem Makarim tidak tepat berada di posisi itu, karena dia masih sangat terlalu muda dan belum pernah berkecimpung ke dalam dunia pendidikan.

Banyak yang bertanya apakah konsep pendidikan yang akan dijadikan sebagai fondasi kebijakan-kebijakan pendidikan oleh Nadiem? Pertanyaan tersebut telah salah kaprah kalau ditujukan ke sosok Nadiem Makarim. Nadiem Makarim hanyalah seorang menteri, yaitu pembantu presiden. Konsep yang paling dasar soal kebijakan seharusnya ada pada presiden. Nah, apa konsep pendidikan Presiden Joko Widodo? idn poker

Banyak yang tidak melihat ada kata kunci besar soal pendidikan dalam berbagai pernyataan Presiden Jokowi soal pendidikan. Itu pula yang tercermin dalam kinerja Menteri Pendidikan selama 5 tahun terakhir. Yang sempat bikin heboh adalah rencana untuk menjalankan full day school yang ditentang banyak orang. Tak jelas pula konsep apa yang menjadi dasar keinginan itu. Kemudian yang tahun lalu membuat heboh adalah sistem zonasi dalam penerimaan siswa di sekolah negeri.

Pendidikan 2.0 atau 4.0

Sesungguhnya apa yang diinginkan Presiden Joko Widodo terhadap pendidikan yang ada di Indonesia? Banyak yang mencari berita-berita soal itu, dan banyak yang menemukan beberapa artikel di media online. Salah satu artikel merangkum 6 program atau janji Jokowi. Lima di antaranya adalah soal yang sangat teknis, yaitu total anggaran, alokasi dana BOS, kartu pra-kerja, dan dua tentang beasiswa. Hanya satu yang sifatnya agak konseptual, yaitu soal pendidikan yang selaras dengan industri. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Lalu bagaimana penjabaran konsep pendidikan yang selaras dengan industri itu? Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah akan merancang pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan industri. Hal tersebut dinilai penting mencetak calon-calon pemikir, penemu, dan entrepreneur hebat di masa depan. Kebijakan untuk meningkatkan kualitas manusia yang ada di Indonesia juga akan ditekankan pada perbaikan kualitas guru, mulai dari proses penyaringan, pendidikan keguruan, pengembangan pembelajaran, dan metode pengajaran yang tepat dengan memanfaatkan teknologi. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Terdapat 3 kata kunci pada program tersebut, yakni “sesuai kebutuhan industri”, “meningkatkan kualitas guru”, dan “memanfaatkan teknologi”. Kalau dirangkai, pemerintah akan meningkatkan kualitas guru, melatih mereka mengembangkan berbagai metode pengajaran dengan menggunakan teknologi untuk mendidik anak-anak muda agar siap bekerja sesuai kebutuhan industri. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Pertanyaan yang sering ditanyakan oleh banyak orang berikutnya yaitu, industri macam apa? Ketika berbicara mengenai industri, maka orang sering kali langsung berbicara mengenai Industri 4.0. Nadiem Makarim sering dianggap oleh banyak orang sebagai tokoh yang sukses dengan bisnis jenis 4.0 ini. Maka dari itu, mungkin Nadiem Makarim lah yang cocok untuk menjadi menteri.

Sering kali muncul pertanyaan mengenai Industri apa yang dimiliki Indonesia? Kita harus dengan jujur mengakui bahwa industri yang di miliki Indonesia sebenarnya masih belum jauh beranjak dari industri “pertukangan”. Jika kamu ini mengetahui industri apa saja yang di miliki Indonesia, Maka kamu dapat berkunjung atau mendatangi berbagai kawasan industri, maka yang akan kita temukan jika kita berkunjung atau mendatangi berbagai kawasan industri adalah perusahaan-perusahaan asing yang mendirikan pabrik di Indonesia. Ada perusahaan asing yang membangun pabrik di Indonesia sebab produk yang mereka hasilkan akan dijual di Indonesia. Sebagian perusahaan asing yang lain nya hanya meminjam tempat di Indonesia, menikmati lahan dan tenaga kerja yang murah, untuk memproduksi barang yang akan dijual ke berbagai negara negara lainnya.

Indonesia nyaris tidak memiliki industri yang secara mandiri mengembangkan produk. Kita tidak mempunyai teknologi untuk melakukan hal itu. Kita tidak mempunyai Sumber Daya Manusia yang memadai untuk membangun teknologi teknologi tersebut. Kalau konteksnya industri Indonesia yang mandiri, Industri 4.0 itu ialah mimpi yang masih jauh tinggi di awang-awang.

Cina merupakan negara raksasa yang mempunyai industri raksasa pula. Akan tetapi perlu di ingat, industri Cina tidak selalu berupa industri raksasa. Terdapat begitu banyak industri kecil menengah yang ada di Cina, dan sebagian besar beroperasi dengan cara Industri 2.0. Barang-barang yang berasal dari Cina yang membanjiri pasar kita pada saat ini sebagiannya adalah produk industri kecil dan menengah yang ada di negara Cina.

Artinya, kita sebenar nya mepunyai PR yang sangat besar untuk membangun industri kecil menengah, guna memproduksi barang-barang kebutuhan kita sendiri, yang pada saat ini sebagian besar masih di impor dari Cina. Apa yang dibutuhkan untuk membangun industri itu? Yang dibutuhkan untuk membangun industri itu ialah manusia. Manusia ialah sentral pada industri kecil menengah.

Di negara Jepang dikenal sosok shokunin, shokunin ialah pengrajin yang tekun, yang mengembangkan produk, memproduksi nya dalam skala kecil menengah, dengan tenaga manusia sebagai pusat kekuatan nya. Hidup dan mati nya industri ini ditentukan oleh kemahiran dan etos kerja dari para pekerjanya. Tidak cuma negara Jepang yang begitu, negara Cina pun demikian.

Pendidikan 2.0 atau 4.0

Kalau kita sekali lagi berkunjung ke kawasan industri, kita akan bertemu dengan para pekerja yang bekerja di industri. Lalu apakah keluhan investor soal pekerja yang ada di Indonesia? Pada umumnya para investor mengeluh mengenai disiplin, etos kerja, dan integritas. Hal tersebut semua tentu saja berujung pada produktivitas. Boro-boro berkreasi membangun industri sendiri, bekerja pada orang lain saja pun kita tak becus.

Lalu, bagaimana pendidikan menyelesaikan masalah ini? Lihatlah sekolah-sekolah kita. Apa yang terjadi di sana? Murid-murid dijejali dengan berbagai pelajaran, akan tetapi minim pendidikan karakter. Guru-guru juga masih banyak yang bermasalah dalam hal karakter, disiplin, dan integritas.

Bagi kebanyakan orang hal ini adalah masalah fundamental dalam pendidikan kita. Sekolah harus dapat mendidik anak-anak kita menjadi anak-anak yang penuh dengan kedisiplinan, mempunyai rasa tanggung jawab, memiliki etos kerja, dan juga memiliki kreativitas yang tinggi. Untuk mencapai hal itu tidak perlu mengubah kurikulum. Jangan sampai ganti menteri ganti kurikulum lagi. Cukup dengan cara mengubah pola pikir para guru, dan juga mengubah pendekatan pendidikan. Peningkatan kualitas guru seperti yang diprogramkan tadi fokuskan untuk mengubah pola pikir, disiplin, etos kerja, dan integritas para guru.

Banyak yang membayangkan sebuah sekolah yang dengan penuh kasih mengajari anak-anak untuk tertib dalam mengantre, rajin menjaga kebersihan lingkungan sekitar mereka, disiplin mengenai waktu, hormat pada guru guru mereka. Semua hal itu di tegakkan dengan kasih, bukan dengan ancaman sanksi. Anak-anak diajak untuk eksplorasi dan berpikir, bukan menjadi pendengar setia ocehan guru-guru, atau lebih buruk lagi, jadi penghafal. Bisakah Nadiem Makarim mengubah sekolah yang ada sekarang menjadi sekolah yang demikian?

View More Pendidikan 2.0 atau 4.0